KOORDINATBERITA.COM| Surabaya – Sidang pembunuhan di Manukan Tama dengan terdakwa Nurhuda terhadap Suyatio Alias Shien Chuan digelar secara offline di Pengadilan Negeri (PN Surabaya.
Terdakwa Nurhuda diadili di PN Surabaya dengan agenda bacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sulfikar dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya terkait perkara pembunuhan terhadap Suyatio Alias Shien Chuan, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ojo Sumarna di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pantauhan Koordinatberita.com, dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sulfikar itu, terdakwa pembunuhan, Nurhuda Bin Fatkur dihadirkan. Ia nampak mengenakan rompi tahanan warna hijau, terdiam, dan memandangi hakim di hadapannya.
Sulfikar mengatakan, perbuatan terdakwa pada hari Jumat , 7 Januari 2022 di Jalan Manukan Tama A-3 Nomor 6, Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya, bersama dengan Andre (DPO) mendatangi rumah korban Suyatio Alias Shien Chuan. Di sana, keduanya berniat untuk melakukan balas dendam karena sudah dipecat oleh Juliana Widjaya, yang notabene keponakan dari korban, Suyatio.
Kemudian, terdakwa mengawasi dan memastikan kondisi sekitar rumah korban Suyatio dalam keadaan aman dan sepi. Selanjutnya, terdakwa mengambil pecahan paving di sekitar lokasi.
“Setelah itu, berjalan menuju rumah korban Suyatio Als Shien Chuan (alm). Setelah tiba di rumah korban, terdakwa mematikan saklar listrik dari luar dan berharap agar korban keluar dari ruko untuk menyalakan saklar listrik,” kata Sulfikar saat membacakan dakwaan, Rabu (20/7/2022).
Namun, setelah terdakwa menunggu sekitar 10 menit, korban tidak keluar dari rumah. Sehingga, terdakwa kembali ke seberang jalan untuk mengawasi. Kemudian, pada pukul 03.42 WIB, Suyatio keluar dari rumah dan menyalakan saklar listrik. Saat itu lah, terdakwa kembali menyebrang jalan dan mematikan saklar listrik lagi.
Dan tak lama kemudian, korban yang hendak keluar dari rumah untuk menyalakan saklar listrik mendapat kejutan tak terduga. Seketika, setelah membuka pintu, terdakwa langsung memukul mata korban sebanyak 4 kali menggunakan tangan kanan. Lalu, memukul hidung korban sebanyak 3 (kali dan 7 kali pada kepala korban menggunakan potongan paving yang dibawanya.
“Selanjutnya, terdakwa mengatakan kepada korban Suyatio Als Shien Chuan (alm) ‘aku nduwe masalah ambek cece Yuliana ngerti kon’ dan korban dalam keadaan bersimbah darah merangkak sambil berteriak meminta tolong,” ujarnya.
Terdakwa langsung memukulkan paving pada bagian belakang kepala korban sampai tidak berdaya. Setelah korban tidak bergerak, terdakwa langsung meninggalkan korban di dalam rumahnya.
“Berdasarkan hasil Visum Et Repertum (jenazah) Nomor KF 22.0011 pada hari Jumat tanggal 07 Januari 2022 pukul 14.05 WIB atas nama Suyatio yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Edy Suyanto sebagai dokter pemeriksa dengan kesimpulan, kepucatan pada kedua selaput lendir kelopak mata, selaput lendir bibir atas dan bawah, kuku-kuku kedua ujung jari tangan dan kaki, luka memar pada kepala kanan, mata kanan dan kiri, hidung pipi kanan, dada kiri,” tuturnya.
Selain itu, korban juga mengalami luka robek pada kepala bagian atas dan belakang, dahi kiri, pelipis mata kiri, kelopak mata bawah kanan dan kiri, patah tulang tertutup pada hidung, sampai pipi, dan iga dada kiri. Sulfikar menegaskan, perbuatan terdakwa diancam dengan pidana dalam Pasal 340 KUHPidana.
“Sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa, mengakibatkan korban Suyatio meninggal dunia,” katanya.
Sementara itu, hakim menyetujui sidang digelar secara offline. Sebab, terdakwa mengalami gangguan pendengaran.
“Kamu ditahan sampai sekarang, sepakat sidang offline ya,” kata Hakim Ojo.
Sedangkan, penasihat hukum terdakwa, Eko Susianto mengatakan, pihaknya tidak keberatan dengan dakwaan dari JPU. Menurutnya, pasal dan dakwaan yang disampaikan sudah sesuai.
“Kami sepakat tidak eksepsi karena keberatan kami pada pokok perkara, di sana ada 3 dakwaan, pembunuhan berencana, pembunuhan, dan penganiayaan berat mengakibatkan terbunuhnya orang,” ujar dia.
Eko beranggapan, perbuatan terdakwa bukan lah pembunuhan atau pembunuhan berencana. Melainkan, tindak penganiayaan yang mengakibatkan terbunuhnya orang.
“Kami memang berkepentingan untuk menghadirkan terdakwa, supaya hakim bisa melihat keadaan terdakwa, membunuh orang itu membutuhkan keberanian yg sangat tinggi dan kuat, dan kami tidak menemukan pada diri terdakwa,” tutur dia.
Ia menerangkan, tak ditemukan adanya unsur kesengajaan dalam perbuatan kliennya. Ia menilai, hanya ada unsur kekhilafan saja yang mengakibatkan terbunuhnya korban.
“Klien saya ini mengalami gangguan pendengaran, mentalnya juga ada gangguan, jadi wajar kami minta ajukan sidang offline, biar hakim dan JPU tahu yang sebenarnya,” ungkapnya.@_Oirul
Comments