
KOORDINATBERITA.COM | Surabaya – Sidang terbuka untuk umum dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) digelar di Ruang Candra.
Dalam Sidang kasus dugaan penipuan jual beli gula dengan terdakwa Mulia Wiryanto, JPU menghadirkan Willem Lumingkemas Umbas sebagai saksi pada Senin (24/3/25).
Terkait keterangannya di hadapan majelis hakim dan tim penasihat hukum (PH) terdakwa, Willem menyatakan bahwa semua yang ia sampaikan di persidangan hanyalah berdasarkan cerita dari pelapor, Hardja Karsana (HK) Kosasih.
"Saya hadir di sini karena permintaan seorang teman baik yang sudah saya kenal selama 20 tahun. Semua yang saya sampaikan di persidangan ini adalah cerita dari Pak Kosasih," ujar Willem.
Willem juga mengungkapkan bahwa ia sempat dua kali diajak bertemu di sebuah rumah makan di salah satu hotel. Dalam pertemuan itu, ia diperkenalkan kepada terdakwa oleh Kosasih dan Rahmat Santoso.
"Kosasih memperkenalkan terdakwa sebagai pedagang gula. Saat itu, Pak Kosasih belum tertarik. Namun, setelah beberapa minggu, pembicaraan antara Kosasih dan Mulia semakin serius. Saya pun ikut dalam pertemuan kedua, yang lokasinya masih sama," jelasnya.
Ketika ditanya mengenai modal investasi senilai Rp 10 miliar dan Perjanjian Kerja Sama (PKS), Willem mengaku tidak mengetahui apa pun terkait hal tersebut.
"Soal modal, saya tidak tahu. Saya hanya mendengar belakangan bahwa keuntungan yang dijanjikan tidak pernah diberikan," tambahnya.
Begitu pula ketika ditanya mengenai keuntungan yang seharusnya diberikan kepada Kosasih, Willem kembali menegaskan bahwa ia tidak tahu menahu tentang hal itu.
"Soal itu, saya juga tidak tahu," pungkasnya.
Sidang sempat diwarnai ketegangan ketika JPU Damang Anubowo hendak membacakan keterangan saksi Joko Sutarjo, Direktur Utama PT Citra Bangun Selaras. Tim penasihat hukum terdakwa menolak langkah tersebut, karena kesaksian Joko Sutarjo dianggap sebagai faktor yang menyebabkan klien mereka ditetapkan sebagai tersangka.
Tim PH terdakwa kemudian menunjukkan berbagai bukti, termasuk perjanjian kerja sama, surat jalan, purchase order (PO), dan bukti transfer.
"Semua ini asli. Jika saksi kunci tidak dihadirkan, itu akan sangat merugikan terdakwa," ujar Marselinus Abi, salah satu kuasa hukum Mulia Wiryanto.
Sementara itu, Fransiska Xaveria Wahon mengaku kecewa atas ketidakhadiran saksi kunci.
"Semoga majelis hakim mempertimbangkan hal ini dan memberikan putusan yang seadil-adilnya," kata Fransiska.
Ia juga menegaskan bahwa kasus ini sudah menjadi perhatian publik.
"Klien kami diframing seolah menipu, padahal ada perjanjian kerja sama yang sah. Namun, saksi kunci yang kami harapkan untuk hadir justru tidak datang," ujarnya.
Marselinus Abi menambahkan bahwa dari lima saksi yang dihadirkan selain pelapor, tidak ada yang secara langsung melihat atau mendengar kejadian tersebut. Semua hanya berdasarkan cerita dari pelapor.
"Dirut PT CBS yang tidak hadir itu baru menjabat sejak 1 November 2023, sedangkan perjanjian kerja sama dibuat pada 2020," jelas Marselinus.
Ia juga menunjukkan bukti bahwa perjanjian kerja sama tersebut sah dan disertai tanda tangan, akta, purchase order, serta surat jalan yang lengkap.
"Apakah ini masih disebut penipuan? Klien saya punya alamat rumah yang jelas, tempat tinggal yang jelas. Dalam perjanjian tidak ada klausul yang mengharuskan pengembalian uang secara tiba-tiba. Yang ada adalah skema penitipan uang dalam jual beli gula," tegasnya.
Lebih lanjut, Marselinus menegaskan bahwa dalam PKS tercantum bahwa PT Citra Bangun Selaras adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Artinya, PT CBS merupakan BUMD milik Jawa Barat," katanya, yang juga diamini oleh Fransiska.
Selain itu, Marselinus menunjukkan bukti pembayaran dari PT CBS yang masuk ke PT Karya Santosa Raya dengan nominal yang bervariasi.
"Ada transaksi senilai lebih dari Rp 1 miliar, lalu Rp 1,7 miliar. Ini membuktikan bahwa perusahaan masih beroperasi," pungkasnya.@_Oirul
Comentários