KOORDINATBERITA.COM | Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan yang diajukan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. Status tersangka Gus Muhdlor di KPK tetap sah.
Sidang putusan digelar di PN Jaksel, Rabu (5/6/2024). Sidang dihadiri empat kuasa hukum Gus Muhdlor dan dua tim hukum KPK.
"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi yang diajukan pemohon. Dalam pokok perkara, satu, menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar nihil," kata hakim.
"Demikian diputuskan tanggal 5 Juni 2024," tutupnya.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap Muhdlor sebelum penetapan tersangka. Hakim juga mengatakan sudah ada pemeriksaan saksi-saksi lainnya.
"Menimbang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas telah diperoleh fakta bahwa sebelum termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dan sebelum termohon melakukan pemeriksaan terhadap pemohon dalam kapasitasnya sebagai tersangka," kata hakim.
"Ternyata termohon telah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan dan memperoleh keterangan beberapa orang saksi ditambah dengan keterangan pemohon sendiri yang saat itu kapasitasnya masih sebagai saksi," tambah hakim.
Hakim juga mengatakan KPK sudah memiliki alat bukti yang sah. Hakim pun menyatakan penetapan tersangka terhadap Gus Muhdlor oleh KPK sah.
"Sehingga dalam hal ini hakim berkesimpulan bahwa sebelum termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka, pemohon telah memiliki dua alat bukti yang sah. Sehingga secara formil penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon adalah sah menurut hukum," tutur hakim.
Alasan Ajukan Praperadilan
Sebelumnya, Gus Muhdlor kembali mengajukan praperadilan melawan KPK terkait penetapan tersangka di kasus dugaan korupsi. Kuasa hukum Ahmad Muhdlor Ali, Mustofa Abidin, mengungkap alasan pengajuan kembali praperadilan tersebut.
Dia mengatakan berkas permohonan praperadilan sebelumnya dicabut karena ada perubahan. Hal itu karena pihaknya menilai ada fakta baru terkait penahanan Gus Muhdlor.
"Kemudian hari selanjutnya kami mengajukan permohonan kembali, memasukkan permohonan kembali ke pengadilan dengan perubahan, yaitu tadi karena ada fakta yang baru, yaitu terkait dengan penahanan klien kami Ahmad Muhdlor yang belum kami masukkan dalam permohonan yang pertama," kata Mustofa kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5).
"Dengan penambahan terkait dengan penahanan itu, maka kami mengajukan permohonan pada 14 Mei," ujarnya.
Gus Muhdlor telah ditahan KPK dalam kasus dugaan pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo pada Selasa (6/5). KPK mengatakan Muhdlor diduga memiliki kewenangan untuk mengatur penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi di lingkungan Pemkab. Dia mengatakan dasar pencairan dana insentif pajak daerah di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo berawal dari keputusan bupati yang ditandatangani Muhdlor untuk empat triwulan.
"Dibuatkan aturan dalam bentuk keputusan Bupati yang ditandatangani AMA untuk 4 triwulan dalam tahun anggaran 2023 yang dijadikan sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo. Atas dasar keputusan tersebut AS (Ari Suryono) selaku Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo kemudian memerintahkan dan menugaskan SW (Siska Wati) selaku Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo untuk menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan lebih dominan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Dia mengatakan Ari Suryono (AS) lalu memerintahkan Siska Wati (SW) menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut. Dia mengatakan potongan besaran dana insentif itu diperuntukkan untuk kebutuhan Ari dan lebih dominan peruntukannya buat Muhdlor.
Ari diduga memerintahkan Siska supaya teknis penyerahan uangnya dilakukan secara tunai yang dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk dan berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Hal itu dilakukan agar praktik pemotongan dana insentif itu terkesan tertutup.
Dia mengatakan potongan dana insentif di lingkungan Pemkab Sidoarjo itu terkumpul Rp 2,7 miliar pada 2023. Namun dia belum menjelaskan berapa yang diterima Muhdlor.
"Di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar. Tentunya, Rp 2,7 miliar menjadi bukti awal untuk terus didalami tim penyidik," ujarnya.@_Network
Kommentare