Koordinatberita.com| SURABAYA~ Sidang lanjutan dengan terdakwa nenek renta bernama Siti Asiyah (82) dalam perkara dugaan memberikan keterangan palsu dalam laporan Polisi, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (1/10/2020).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Johanis Hehamony dalam agenda sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) dihadiri oleh terdakwa secara virtual, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suwarti dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, serta penasehat hukum terdakwa, Sahlan Azwar, S.H., yang didampingi Elvi Yuliana, S.H., dari kantor hukum Law Firm Sahlan Azwar & Partners.
Dalam persidangan, Sahlan Azwar membacakan surat pledoi yang menyatakan bahwa tuntutan JPU tidak mendasar. Nota pembelaan yang dibagi dua yakni nota pembelaan secara pribadi dari terdakwa dan nota pembelaan dari tim penasehat hukumnya.
Dalam nota pembelaan dari Siti Asiyah, ada beberapa Point yang disampaikan oleh nenek renta ini terkait ia telah dijadikan terdakwa dalam perkara memberikan keterangan tidak benar dalam akte otentik.
Dalam pledoinya, Hj Siti Asiyah menyatakan tidak memiliki latar belakang ilmu hukum, akan tetapi dari pengalaman perkara yang menimpanya, hukum diciptakan untuk menjamin keadilan masyarakat, akan tetapi ia merasakan aparat hukum di kejaksaan begitu semangat untuk memenjarakan dirinya. Dan aparat penyidik kejaksaan juga memberi stigma kepadanya seolah ia adalah orang yang memalsuan akte otentik saat mengurus kehilangan surat tanah.
Dalam Persidangan Siti Asiyah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tuduhan pemalsuan akte otentik saat mengurus kehilangan surat tanah, padahal ia hanyalah disuruh oleh pak lurah, karena pak lurah tahu bahwa almarhum suaminya punya tanah di Gayungsari.
"Saya yang sudah tua dan tidak tahu apa-apa mengenai surat-surat peninggalan yang dimiliki suami saya, ya saya ikut aja perintah pak lurah untuk membuat surat kehilangan Petok D di Polda Jatim. Yang saya tahu suami saya punya tanah di Gayungsari makanya saya mau mengikuti saran pak lurah, soalnya saya tahu suami saya punya tanah di daerah sana soalnya anak saya pernah menempati tanah tersebut," ungkap Siti Asiyah dalam pledoi yang dibacakan Sahlan.
"Pas saya membuat surat kehilangan, saya juga membawa surat-surat yang membuktikan kalau suami saya punya tanah di Gayungsari. Saya bawa surat-surat lengkap, ada surat keterangan waris, ada IPEDA dan lain-lain saya gak tau namanya. Saya bingung kok saya mau mengurus peninggalan suami saya kok saya dituduh memalsukan surat kehilangan padahal jelas suami saya Pak Umar namanya ada di buku Letter C kelurahan menanggal. Kemudian tiba-tiba saya di panggil polisi diperiksa hingga saya dijadikan terdakwa di sidang ini oleh Jaksa," lanjut Sahlan membacakan pledoi Siti Asiyah.
"Bahwa apa yang saya lakukan itu bukan pemalsuan, tapi itu fakta jelas karena suami saya punya IPEDA dan namanya tercatat di buku letter C kelurahan Menanggal. Saya merasa bahwa ada orang lain yang ingin mengambil hak saya, merampas apa yang ditinggalkan suami saya untuk saya dan anak-anak saya. Hal ini tidak terlepas dari kekuatan orang besar, orang yang punya pengaruh yang dimana saat ini menguasai tanah peninggalan suami saya," tambahnya.
"Waktu saya disuruh pak lurah untuk membuat surat kehilangan di Polda Jatim, pak lurah menunjukkan bukti bahwa nama suami saya yaitu Umar masih ada di IPEDA dan di buku letter c kelurahan. Bahkan disurat SHGB pelapor yang melaporkan saya di buku letter c masih atas nama Umar suami saya, dengan begitu patut di pertanyakan pak hakim apa yang menjadi dasar atau dari mana asal usul pemilik SHGB itu memiliki tanah tersebut karena di buku letter c lurah itu masih atas nama suami saya Umar," ungkap Sahlan dalam pembacaan pledoi.
Siti Asiyah menyatakan bahwa Ia merasa kasus yang menimpanya dipaksakan, dibuat seolah-olah tidak punya hak atas tanah di Gayungsari, Padahal faktanya, ia punya alas hak yang jelas, yang tercatat di buku letter c kelurahan Menanggal dan berdasarkan keterangan lurah bahwa, keseluruhan tanah di kelurahan Menanggal adalah tanah negara bekas
Eigendom Verponding Nomor 7159 Sisa (Tanah Eks Hindia Belanda).
"Dan orang yang punya pengaruh dan kekuatan besar mencoba merampas apa yang seharusnya menjadi milik saya dan anak saya yang dimana saat ini menguasai tanah peninggalan suami saya dengan cara memaksakan kasus saya hingga saya sidang di pengadilan ini. Dari semua saksi fakta yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum hampir semuanya menyatakan bahwa terkait objek tanah peninggalan suami saya ada ada sengketa perdata yang saat ini masih dalam proses hukum di pengadilan," ungkap Siti Asiyah dalam pledoi.
"Jaksa Penuntut Umum mendalilkan dalam tuntutannya bahwa saya melakukan tindak pidana memakai surat palsu. Bagaimana mungkin saya memakai surat palsu jika terhadap laporan yang saya buat di polda jatim sudah saya penuhi syaratnya dengan lengkap dan benar???. Jaksa Penuntut Umum juga mempertanyakan apa yang menjadi dasar saya membuat laporan kehilangan di Polda Jatim," lanjutnya.
"Saya memiliki dasar IPEDA atas nama suami saya yaitu Umar yang dimana juga tercatat dalam buku letter C di kelurahan menanggal. Dan untuk pengurusan surat yang hilang awalnya adalah inisiatif dan perintah pak lurah. Karena saya tidak tahu menahu tentang jenis-jenis surat yang saya tau bahwa almarhum suami saya punya tanah di Gayungsari kelurahan Menanggal," tambahnya.
Siti Asiyah juga menjelaskan bahwa ia sudah tua, tidak tahu urusan-urusan surat, dan hanya ikut saja apa kata lurah karena yang ia tahu suaminya punya tanah di lokasi tersebut. Dan ia menyatakan bahwa diumur yang sudah tua tidak mungkin untuk berbohong atau membuat surat palsu sebagaimana dituduhkan oleh jaksa.
Dalam pledoi tersebut, Siti Asiyah merasa dizolimi dan kasusnya dipaksakan, karena kasusnya bukan pidana melainkan kasus perdata yang dipaksakan. Ia merasa tanahnya dirampas dan ia dipenjarakan dan diadili dipersidangan.
Siti Asiyah juga menyinggung bahwa ia mengerti orang yang menzoliminya saat ini memang orang-orang berkuasa dan orang kuat, juga pejabat ada yang jadi kapolres, mantan Kapolda. Dan sebagai orang tua yang dizolimi ia berdoa semoga orang-orang yang menzoliminya tidak selamat, tidak mendapat keberkahan serta kelak kuburnya dipersempit karena mengambil hak orang lain serta tidak selamat hidupnya didunia dan diakhirat kelak disiksa dan dimaksukkan neraka oleh Allah STW.
"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tidak satu pun bukti dan fakta yang menyatakan bahwa saya melakukan tindak pidana memalsukan surat. Untuk itu saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk Menyatakan bahwa saya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tersebut, dan membebaskan saya dari dakwaan dan tututan jaksa, mengembalikan nama baik saya di masyarakat," ungkap Siti Asiyah dalam pledoi.
Dalam penutupan nota pembelaan, Siti Asiyah mengutip terjemahan ayat Al Quran sebagai doa di persidangan, yakni Surat Ash-Shura, ayat 41, dan Surat Ali Imran, ayat 26.
Setelah membacakan nota pembelaan Siti Asiyah, Sahlan membacakan nota pledoi yang dibuat timnya sebagai Tim Penasehat Hukum dari Siti Asiyah.
Pembelaan yang dibuat oleh Para Advokat, Konsultan Hukum, Pengacara Pajak & Mediator Pada Law Firm Sahlan Azwar & Partners yang beralamat/berkantor di Jl. Gayungsari Barat X/27 Surabaya Jawa Timur, dalam nomor perkara Perkara No: 703/Pid.B/2020/PN.Sby, di Pengadilan Negeri Surabaya. Ada beberapa Point untuk menyikapi terdakwa Siti Asiyah oleh Jaksa Penuntut Umum dinyatakan melakukan tindak pidana Pasal 266 ayat (2) KUHP jo. Pasal 263 ayat (2) KUHP, yang mana dibacakan pada hari Kamis 24 September 2020.
Berikut beberapa pendapat dari Penasehat Hukum Terdakwa Siti Asiyah yang dituangkan dalam nota pembelaan yang berjudul "Dikebiri Ditanah Sendiri”.
1. Berdasarkan analisis hukum yang telah tim penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan maupun surat tuntutan, terbukti bahwa Penuntut Umum tidak cermat dan kurang teliti mencantumkan dakwaan, serta tuntutan pasal dalam KUHP yang tidak sesuai dengan bunyi dan unsur-unsur dari pada pasal tersebut yang sesungguhnya. Yang mana tuntutan dari Jaksa Penuntut terhadap terdakwa mengunakan pasal 263 ayat 2 KUHP dimana bunyi dan unsur-unsur dari pasal tersebut tidak sesuai.
2. Jaksa Penuntut Umum mendakwakan dan menuntut Terdakwa Hj. Siti Asiyah telah terbukti bersalah dan sah secara menyakinkan melakukan Tindak Pidana “memakai surat palsu” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP, sebagimana dakwaan Kedua Jaksa Penuntut Umum. Uraian mengenai bunyi dan unsur-unsur pidana yang Jaksa Penuntut Umum dakwa dan tuntut tidaklah sesuai serta bukan merupakan bunyi ataupun unsur-unsur dari pada pasal 263 ayat (2) KUHP.
3. Uraian atau bunyi dari Pasal 263 ayat (2) KUHP secara lengkapnya menyatakan sebagai berikut “Bahwa barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau tidak palsu, seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”
“Setiap orang” menunjukan kepada siapa orangnya harus bertanggung jawab atas perbuatan/ kejadian yang didakwakan atau siapa orang yang harus dijadikan terdakwa.
Kata setiap setiap orang identic dengan terminology kata “barang siapa” dengan pengertian sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa atau setiap orang sebagai subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat diminta pertanggung jawaban dalam segala tindakannya.
Unsur sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Bahwa fakta-fakta yang terungkap dipersidangan adalah Terdakwa Hj. Siti Asiyah pada hari senin tanggal 08 Mei 2017 bertempat di Polda Jatim Jl. A. Yani Np. 116, Surabaya “dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau tidak dipalsu, seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”.
Yang dimaksud dengan sengaja menurut R. Soesilo adalah “sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
4. Dalam fakta persidangan terungkap terdakwa tidak mengetahui benar-benar surat yang ia gunakkan itu palsu. Terdakwa diberitahu oleh Lurah terdahulu bahwa almarhum Suami terdakwa memiliki tanah yang objeknya berada di kelurahan Menanggal dan terdakwa diminta untuk mengurus Sertifikat Hak Milik dengan cara mengajukan permohonan sporadik di kelurahan, dan terdakwa diminta untuk melengkapi berkas-berkas permohonan yang diantaranya adalah Petok D.
Terdakwa yang tidak tahu-menahu tentang surat-surat yang dimiliki Almarhum suaminya menunjukkan IPEDA, dan atas perintah dan atau inisiatif Lurah Menanggal Terdahulu terdakwa diminta untuk mengurus surat kehilangan di Polda Jatim.
5. Surat yang isinya tidak benar atau tidak dipalsu, seolah-olah benar dan tidak palsu jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Dijelaskan dimaksud dengan surat yang isinya tidak benar atau tidak dipalsu, seolah-olah benar dan tidak palsu adalah perkiraan adanya orang yang terpedaya terhadap surat itu, surat dibuat memang untuk memperdaya orang lain. Kerugian tersebut harus bisa diperhitungkan (Adami Chazawi), jika kerugian tidak diderita oleh para pihak, maka unsur ini tidak terpenuhi.
6. Pada faktanya terdakwa tidak ada niat untuk memperdaya orang dengan surat kehilangan tersebut dan pembuatan surat kehilangan tersebut adalah inisiatif atau arahan dari Sdr. Suwanto yang dahulu merupakan Lurah Menanggal.
7. Pada saat persidangan saksi Sdr. Sarwo Waskito menerangkan bahwa mengenai pembuatan Surat Keterangan Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK) diwajibkan bagi masyarakat untuk membawa data pendukung baik asli maupun fotocopy yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, dan saksi membenarkan bahwa terdakwa membawa Fotocopy Letter C No. 241 Persil 13 An. UMAR yang berlokasi di Kelurahan Menaggal Kec. Gayungan Surabaya sesuai dengan No. Register 593/28/436.10.124/20 tanggal 10 Mei 2016.
8. Pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, pada faktanya terhadap penggunaan surat itu terdakwa tidak merugikan siapapun. Terdakwa
Terdakwa hanya menggunakan surat itu untuk menggugat di PTUN, selebihnya terdakwa tidak menggunakan surat tersebut yang dimana dampaknya dapat merugikan orang lain dalam hal ini adalah saksi Sumarji, S.H.
9. Dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum tidak cermat serta teliti dan/atau pun tidak sesuai dalam hal mengutip bunyi Pasal serta unsur-unsur yang terurai didalam pasal 263 ayat (2) KUHP maka tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak sah dan batal demi hukum.
Dari uraian pledoi itu, Sahlan berpendapat bahwa Siti Asiyah tidak bersalah dan memohon Majelis Hakim untuk membebaskan Siti Asiyah dari semua tuntutan hukum, dan mengembalikan harkat dan martabat kliennya.@_Arif
Comments