Koordinatberita.com| JAKARTA~ Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M. Haripin, mengatakan ada empat aktivitas korupsi yang berlangsung di tubuh kepolisian.
"Pertama disebut dengan invitational edge, slippery slope, noble cause, dan predatory policing," kata Haripin dalam diskusi Institusi Polri, Kepemimpinan Baru Dan Masa Depan Demokrasi, Rabu, 3 Februari 2021.
Haripin menjelaskan, bentuk korupsi invitational edge adalah polisi memanfaatkan diskresi dan wewenang untuk memungut atau menerima uang tidak sah dari pihak lain.
"Jelas otoritas dan diskresi yang dia punya tapi disalahgunakan untuk menerima uang, pendapatan tidak sah," katanya.
Adapun slippery slope adalah tindakan polisi dalam melakukan pungutan-pungutan kecil, sporadis, termasuk gratifikasi, sogokan, dan hadiah. Bentuk korupsi tersebut bisa terjadi ketika polisi sedang mengurus laporan atau sedang dalam penyidikan.
Korupsi selanjutnya adalah noble cause. Haripin mengatakan polisi beralasan menerima uang atau hadiah dari pihak lain bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk satuannya dan keperluan operasional.
"Misalnya untuk beli bensin dalam kegiatan patroli, konsumsi personel ketika gelar operasi lantas," katanya.
Aktivitas terakhir adalah predatory policing, yaitu tindakan penggelapan, pencurian, penyelewengan wewenang secara sistematis dan menerima suap untuk memperkaya diri sendiri, atasan atau patronnya.
Menurut Haripin, contoh jenis korupsi ini di tubuh kepolisian dapat terlihat dalam kasus Djoko Tjandra. "Keterlibatan petinggi Polri dalam pembuatan surat jalan palsu dan penghapusan red notice, kita bisa kategorikan kejahatan itu demikian," ujarnya.@_**
Sumber: Tempoo.co
Comments