
Koordinatberita.com| SURABAYA~ Jurnalis Tempo Nurhadi buka suara terkait penganiayaan yang diduga melibatkan aparat di Surabaya, Sabtu malam, 27 Maret 2021 dan pada Senin 19 April, Senin ini 19 April 2021 Polda Jawa Timur bakal melaksanakan gelar perkara kasus dugaan penganiayaan terhadap Jurnalis Tempo, Nurhadi, oleh anggota kepolisian
"Senin, 19 April, kami gelar perkara," ujar Kasubdit Harda Bangtah Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Nur Hidayat saat dihubungi pada Jumat, 16 April 2021.
Gelar perkara dilakukan untuk menentukan status kasus. "Posisi kasusnya apakah sudah memenuhi unsur untuk naik ke penyidikan," kata Nur Hidayat.
Jurnalis Tempo Nurhadi, mengalami penganiayaan di Surabaya, Sabtu, 27 Maret 2021. Nurhadi dianiaya saat bertugas menjalankan penugasan dari redaksi Majalah Tempo.
Koordinatberita.com mengadopsi dari Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Wahyu Dhyatmika mengatakan saat itu, Nurhadi tengah meminta konfirmasi kepada mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya sudah menyatakan Angin sebagai tersangka dalam kasus suap pajak.
"Penganiayaan terjadi ketika sejumlah pengawal Angin Prayitno Aji menuduh Nurhadi masuk tanpa izin ke acara resepsi pernikahan anak Angin di Gedung Graha Samudra Bumimoro (GSB) di kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya," ujar Wahyu dalam keterangannya, Ahad, 28 Maret 2021.
Ia mengatakan kejadian itu terjadi pada Sabtu malam. Meski Nurhadi sudah menjelaskan statusnya sebagai wartawan Tempo yang sedang menjalankan tugas jurnalistik, Wahyu mengatakan pengawal Angin tetap merampas telepon genggam Nurhadi dan memaksa untuk memeriksa isinya. Nurhadi mengalami penganiayaan. "Nurhadi juga ditampar, dipiting, dipukul di beberapa bagian tubuhnya. Untuk memastikan Nurhadi tidak melaporkan hasil reportasenya, dia juga ditahan selama dua jam di sebuah hotel di Surabaya," kata Wahyu.
——-
Buka Suara Soal Penganiayaan Saat Liputan, Nur Hadi: Saya Dipukuli Belasan Orang
Nur Hadi menjelaskan ia pertama kali didatangi saat memfoto Angin Prayitno Aji di atas pelaminan. "Saya dua kali memfoto pelaminan, untuk memastikan dia ada di kiri atau di kanan. Karena saya berencana wawancara setelah acara selesai," kata Nur Hadi dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen, Ahad, 18 April 2021.
Setelah itu, ia mengatakan dua orang petugas berbatik menahannya dan mengintrogasinya. Meski telah mengatakan bahwa ia adalah wartawan Tempo yang tengah bertugas, namun petugas tersebut tetap merampas ponsel Nur Hadi dan memiting lehernya.
Nur Hadi pun kemudian dibawa keluar dan dinaikkan ke mobil untuk dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Namun di tengah jalan, petugas yang membawa Nur Hadi diminta untuk kembali ke gedung resepsi dengan membawa Nur Hadi.
"Di sana saya dicekik, ditampar. Saya disekap selama dua jam. Dipukul, ditonjok dada, ulu hati, ditampar, gendang telinga dipukul, dari belakang samping. Yang mukul ada lebih dari 10 sampai 15 orang," kata Nur Hadi.
Penganiayaan berlangsung hingga ia dibawa ke gudang belakang gedung dan disekap di sana selama hampir dua jam. Salah satu fakta baru yang disampaikan Nur Hadi, adalah ketika penyekapan, Komisaris Besar Ahmad Yani, besan dari Angin Prayitno Aji, sempat melihat langsung kondisi Nur Hadi.
"Saksi rekan saya mengetahui, dia meyakini bahwa itu Ahmad Yani karena baju yang dipakai sama dengan yang di pelaminan. Kemudian dia gak memakai masker. Jadi Yani itu mengetahui saya dipukuli selama 5 menit," kata Nur Hadi.
Selama penyekapan pun, ia mengatakan banyak ancaman yang dilakukan oleh orang di situ. Ia menduga ancaman tak hanya muncul dari aparat, tapi bahkan diduga dari kerabat Angin sendiri.
"Ada ancaman 'disekap aja sampai Senin ketika majalah terbit', ada juga yang bilang, 'sudah masukin saja ke kolam lintah'. Juga omongan 'udah kita buang ke laut kakinya bebani sama batu'," kata Nur Hadi.
Sudah lewat tengah malam saat Nur Hadi akhirnya dipulangkan ke rumahnya. Ia pulang setelah dua aparat yang terus bersama dirinya meminta jaminan bahwa foto pelaminan yang diambil Nur Hadi tidak akan tersebar di media.
"Padahal saya sudah bilang kepentingan saya datang ke sana bukan meliput acara tapi mewawancarai Pak Angin," kata Nur Hadi. Jaminan didapat setelah Nur Hadi menghubungi salah satu redaktur Tempo di Jakarta.
Nur Hadi berharap momen kekerasan padanya ini bisa jadi pelajaran bahwa aparat, terutama polisi, tak bisa semena-mena melakukan kekerasan terhadap siapapun. Apalagi terhadap jurnalis yang bekerja di bawah lindungan UU pers. "Saya berharap ini kekerasan terhadap jurnalis itu terkahir di kasus saya dan polisi aparat tidak lagi punya impunitas ketika melakukan kekerasan terhadap jurnalis," kata Nur Hadi.@_**
Sumber: Tempo.co
Comments