KOORDINATBERITA.COM | Surabaya - Nampak wajah lesu para keluarga korban Tragedi Kanjuruhan saat berada di Ruang Sidang Cakra PN Surabaya, Kamis (21/11/2024). Di sidang perdana permohonan restitusi atau ganti kerugan dari puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diundur, Kamis (21/11/2024), keluarga korban pun menyatakan kekecewaan.
Pantauham, persidangan yang berlangsung di Ruang Cakra PN Surabaya yang dijadwalkan pukul 09.00, namun baru dimulai sekitar pukul 11.15 WIB.
Menjelang pukul 11.00 WIB, para keluarga yang mengenakan baju warna hitam bertuliskan ‘menolak lupa 1 Oktober 2022’ dan ‘justice for Kanjuruhan’ mulai memasuki ruang persidangan.
Saat persidangan baru dimulai, para hakim, jaksa dan kuasa hukum keluarga korban dari LPSK hanya berdiskusi untuk kelanjutan sidang. Hal ini karena tiga terpidana dari anggota Polri absen persidangan. Sidang hanya dihadiri dua terpidana dari sipil.
Untuk diketahui, lima terdakwa itu adalah Abdul Harris Ketua Panpel Arema FC, Suko Sutrisno Security Officer Arema FC, AKP Hasdarmawan Danki Brimob Polri Polda Jatim, AKP Bambang Sidik Achmadi Mantan Kasat Samapta Polres Malang, dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto Mantan Kabag Ops Polres Malang.
Setelah berdiskusi lama, majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa sidang restitusi ini ditunda pada tanggal 10 Desember 2024. Dengan alasan menunggu pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 selesai.
Sebab perwakilan terpidana dari anggota Polri masih bertugas selama periode tersebut berlangsung.
“Maka sidang kita tunda sampai tanggal 10 Desember 2024,” kata majelis hakim.
Sesudah palu diketok majelis hakim, salah satu keluarga korban kecewa dan geram atas penundaan sidang restitusi ini. Ia meneriaki hakim agar menyampaikan kepada perwakilan termohon yang tidak bisa hadir.
“Ini kita bapak ibu korban datang kesini, tolong bilangkan,” ucap seorang wanita dari salah satu keluarga korban yang hadir.
Sementara itu Daniel Siagian pendamping hukum keluarga korban mengatakan, sidang permohonan pengajuan restitusi ini berdasarkan putusan PN Surabaya sejak tanggal 16 Maret 2023.
“Yang mana kita tahu ada lima terdakwa yang dihukum dan ada yang sampai kasasi putusan inkrah,” kata Daniel ditemui di PN Surabaya.
Daniel menjelaskan, awalnya restitusi ini tidak dicantumkan ke dalam tuntujan sejak dimulainya persidangan terhadap lima terdakwa pada 16 Januari 2023.
Pihak Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban (LPSK) kemudian mencoba membuat rekomendasi tuntutan restitusi. Namun poin restitusi itu tidak dicantumkan oleh jaksa dalam tuntutan saat berlangsungnya sidang pidana.
“Kalau kita lihat laporan lembaga LPSK sejak bulan Februari 2023 LPSK itu sudah mengirimkan apa namanya rekomendasi restitusi terhadap ke kasus yang sedang dilaksanakan waktu itu, tetapi tidak masuk dalam poin tuntutan jaksa penuntut umum,” jelasnya.
Sehingga sesudah proses persidangan selesai dan ada putusan inkrah terhadap lima terdakwa pada 23 Agustus 2023, Tim LBH Pos Malang mulai melakukan komunikasi dengan LPSK untuk melakukan asesmen penetapan restitusi.
“Dalam penetapan restitusi setelah putusan inkrah, yang di mana itu sebenarnya memakai aturan mekanisme Perma 1 tahun 2022,” ungkapnya.
Tuntutan restitusi itu akhirnya diajukan oleh tim hukum keluarga korban pada 3 Oktober 2023. Daniel menyebut, restitusi ini sebagai tindak lanjut dari hak hukum keluarga korban.
“Nah sampai sekarang baru ada panggilan per 21 November 2024. Jadi sebenarnya permohonan restitusi ini adalah tindak lanjut dari hak hukum keluarga korban tindak pidana yang terkhusus dalam Kanjuruhan ini belum pernah terdakwanya di bebankan restitusi seperti itu,” jelasnya.
Sementara itu jumlah keluarga korban yang terdaftar di dalam surat permohonan restitusi terdapat 73 orang. Sedangkan total nilai uang yang harus diberikan oleh kelima terdakwa kepada semua keluarga korban mencapai Rp17,5 miliar.
Sebanyak 73 keluarga korban itu sudah melalui asesmen LPSK untuk mendapatkan nilai restitusi yang sudah ditetapkan.
“Ada beberapa mekanisme asesment dalam LPSK. Satu soal kerugian materi dan imateriil. Secara psikologisnya kemudian secara ekonominya itu beberapa hal yang di assessment LPSK untuk menghitung nilai kerugian akibat dampak yang ditimbulkan setelah adanya tragedi Kanjuruhan,” jelas Daniel.@_Oirul
Comments