Koordinatberita.com| JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menyatakan memiliki kewenangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus perkara. Hal itu disampaikan menanggapi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas vonis mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Pasalnya, pertimbangan hakim yang menyatakan, bahwa terdakwa perempuan dan memiliki balita. Hal itu, kini membuat keresahan publik terhadap putusan eks Jaksa Pinangki
bisa disalurkan melalui eksaminasi publik oleh perguruan tinggi dan akademi.
“Dengan basis peraturan perundang-undangan saat ini, Komisi Yudisial tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan. Namun, KY berwenang apabila terdapat pelanggaran perilaku dari hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus suatu perkara,” kata Juru Bicara KY, Miko Ginting lewat keterangan tertulis, Selasa, 15 Juni 2021.
Miko mengatakan Komisi Yudisial baru boleh menganalisis putusan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk tujuan rekomendasi mutasi hakim. Keresahan publik terhadap putusan eks Jaksa Pinangki, kata dia, sebenarnya bisa disalurkan melalui eksaminasi publik oleh perguruan tinggi dan akademisi. Menurut dia, dari eksaminasi itu dapat diperoleh analisis yang cukup objektif dan menyasar pada rekomendasi kebijakan.
“Sekali lagi, peraturan perundang-undangan memberikan batasan bagi KY untuk tidak menilai benar atau tidaknya suatu putusan. KY hanya berwenang apabila terdapat dugaan pelanggaran perilaku hakim,” kata dia.
Patut diketahui sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun. Pinangki merupakan terdakwa kasus suap dan pencucian uang terkait Joko Tjandra atau Djoko Tjandra.
Alasan pemotongan hukuman itu karena eks Jaksa Pinangki perempuan dan memiliki balita. Majelis Hakim tingkat banding yang menyidangkan kasus ini diketuai oleh Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.@_**
Comments