top of page
Gambar penulisredaksikoordinatberita

Korupsi Ekspor CPO Bukti Kerakusan Oligarki Sawit, Itu Kata LaNyalla


“BPDPKS hanya jadi kasir aja, ikut apa keputusan rapat-rapat itu. Jadi jangan heran kalau Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyatakan bahwa ada kelebihan biaya program subsidi BioDiesel yang merugikan negara sebesar Rp.4,2 triliun di tahun 2020,” ujar LaNYalla seraya mengatakan bahwa dirinya akan membongkar kesalahanan kelola tersebut.
“BPDPKS hanya jadi kasir aja, ikut apa keputusan rapat-rapat itu. Jadi jangan heran kalau Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyatakan bahwa ada kelebihan biaya program subsidi BioDiesel yang merugikan negara sebesar Rp.4,2 triliun di tahun 2020,” ujar LaNYalla seraya mengatakan bahwa dirinya akan membongkar kesalahanan kelola tersebut.

KOORDINATBERITA.COM| Jatim – Akibat kuota DMO berkurang, minyak goreng jadi langka dan mahal. Pemerintah terpaksa mengeluarkan uang dari pajak rakyat untuk BLT. Kini Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti angkat bicara dan menyatakan oligarki berbahaya untuk pembangunan. Kerakusan membuat pejabat pemerintah yang seharusnya melayani rakyat malah mengambil kesempatan untuk keuntungan pribadi.


“Ini yang saya katakan, bahwa Oligarki begitu mempengaruhi kebijakan di pemerintahan. Sehingga kementerian yang seharusnya menjaga kuota ekspor dengan memperhatikan Domestic Market Obligation (DMO) malah berbuat sebaliknya, dengan mengeluarkan persetujuan ekspor CPO,” kata LaNyalla di sela reses di Jawa Timur, Rabu, 20 April 2022.


Pernyataan LaNyalla ini terkait penahaan 4 tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait penerbitan surat ijin ekspor minyak sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO), yang menyeret pejabat Kementerian Perdagangan dan 3 petinggi Perusahaan Kelapa Sawit besar.


LaNyalla mengatakan, penentuan DMO sebesar 30 persen oleh pemerintah sebenarnya untuk menjaga pasokan kebutuhan dalam negeri. Termasuk menjaga supply and demand pabrik minyak goreng. “Tetapi karena harga ekspor CPO sedang tinggi, dan permintaan di luar negeri banyak, mereka jadi rakus,” ucapnya.


“Jadi uang negara dikeluarkan, untuk mensubsidi kerakusan mereka. Ini kerugian perekonomian negara. Bukan saja kerugian keuangan negara. Ini sudah melampaui batas. Padahal DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) adalah atensi langsung presiden, dan yang menjadi garda depan untuk menjaga adalah kementerian perdagangan,” tutur LaNyalla.


Padahal selama ini perusahaan kelapa sawit besar, termasuk 3 yang ditetapkan Kejagung terlibat, yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas dan Permata Hijau Grup adalah penerima dana triliunan rupiah dari program proyek BioDiesel dari BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).


Dari data BPDPKS, seperti dilansir Majalah Tempo, sejak 2005 hingga 2021, PT Wilmar Grup menerima Rp.39,52 triliun. Sedangkan PT Musim MAS Grup menerima Rp.18,67 triliun. Dan Permata Hijau Grup menerima Rp.8,2 triliun.


Dan dari total 6 kegiatan pemanfaatan dana BPDPKS yang berasal dari pungutan ekspor CPO dan produk turunannya, ternyata 80 persen digelontorkan kepada sekitar 10 perusahaan besar Kelapa Sawit untuk subsidi program BioDiesel.


“Sementara dana untuk peremajaan sawit rakyat pada tahun 2016 hingga 2021 misalnya, hanya 5 persen, atau sekitar Rp.6,59 triliun. Jadi pantas saja kesejahteraan petani sawit tak pernah dirasakan dengan adil. Apalagi keinginan Pemerintah Provinsi penghasil agar mendapat Dana Bagi Hasil (DBH), sudah pasti tak akan pernah terealiasi,” kata Senator asal Jawa Timur ini.


Celakanya lagi, seperti ditulis Tempo, konsep pengumpulan dana dari pungutan ekspor yang dikumpulkan di BPDPKS penggunaannya ditentukan oleh Komite Pengarah, yang pimpin Menko Perekonomian, yang melibatkan empat pengusaha Sawit besar dalam rapat terkait program BioDiesel.


“BPDPKS hanya jadi kasir aja, ikut apa keputusan rapat-rapat itu. Jadi jangan heran kalau Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyatakan bahwa ada kelebihan biaya program subsidi BioDiesel yang merugikan negara sebesar Rp.4,2 triliun di tahun 2020,” ujar LaNYalla seraya mengatakan bahwa dirinya akan membongkar kesalahanan kelola tersebut.


Kejaksaan Agung, Selasa, 19 April 2022, menahan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan berinisial IWW terkait kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).


Selain IWW, tiga tersangka lainnya yakni Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, General Affairs PT Musi Mas berinisial PT, dan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA juga ditahan.@_**

41 tampilan

תגובות

דירוג של 0 מתוך 5 כוכבים
אין עדיין דירוגים

הוספת דירוג
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page