Koordinatberita.com| JAKARTA- Sejak Kejaksaan Agung (Kejagung) Sanitiar Burhanuddin meminta tim intelijen di tiap satuan kerja wilayah hukum yang memiliki pelabuhan segera bergerak dalam rangka memberantas mafia di pelabuhan.
Selain itu hal ini, menyusul pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang meminta aparat penegak hukum membentuk satuan tugas dan menindak mafia yang ada di pelabuhan.
"Memerintahkan satuan kerja yang di wilayah hukumnya terdapat fasilitas pelabuhan agar segera bergerak melakukan operasi intelijen dalam rangka pemberantasan mafia pelabuhan," kata Burhanuddin dalam keterangan persnya, Jumat (12/11/2021).
Namun kini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mulai menerbitkan perintah penyelidikan terkait mafia pelabuhan yang diduga memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan dugaan ini terjadi periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2021.
“Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: 2973/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 terkait dengan masalah mafia pelabuhan yang memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi,” tulis Leonard dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/12/2021).
Kasus tersebut diduga berkaitan dengan berkurangnya penerimaan negara dari pendapatan devisa ekspor dan bea impor sejumlah perusahaan ekspor-impor.
Lebih lanjut, menurutnya, perusahaan tersebut mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan fasilitas Penggunaan Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Priok.
Kendati demikian, Leonard belum memberikan rician perusahaan yang dimaksudnya itu. Leonard menyampaikan, berdasarkan pemberitahuan impor barang sejumlah perusahaan ekspor-impor melakukan kegiatan impor barang berupa garmen ke Indonesia sejak 2015 sampai dengan 2021.
“Dengan menggunakan fasilitas Kemudahan Impor dengan tujuan Ekspor (KITE) tanpa bea masuk,” imbuh Leonard.
Selanjutnya, perusahaan tersebut menyalahgunakan fasilitas KITE dengan cara melakukan manipulasi data dan pengiriman barang menggunakan fasilitas impor dengan tujuan ekspor.
Menurut Leonard, seharusnya barang impor berupa garmen tersebut diolah menjadi produk yang kemudian diekspor ke luar negeri sehingga negara menerima pendapatan devisa.
Tapi, perusahaan tersebut tidak mengolahnya dan malahan menjualnya tetap dalam produk garmen di pasar dalam negeri.
Leonard mengatakan, kemudahan impor tanpa bea masuk tersebut diberikan agar perusahan mendapatkan pemasukan atau penerimaan negara dari sektor devisa negara berupa ekspor.
"Akan tetapi sejumlah perusahaan tersebut menyalahi fasilitas KITE yang diberikan," ucapnya.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan. Itu akan dilakukan di semua pelabuahan di seluruh Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Koordinatberita.com. Mari bergabung di "Koordinatberita.com".
Komentar