" Padahal Beberapa LSM & Pengamat Politik Justru Mesoal"
Koordinatberita.comho| JAKARTA~ Juru Bicara Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Fadjroel Rachman menjawab pertanyaan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla soal cara mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi. Sederhana saja, kata Fadjroel, masyarakat harus paham akan undang-undang sebelum menyampaikan pendapat di muka umum, salah satunya diatur di UU ITE.
"Masyarakat perlu mempelajari secara saksama UUD 1945 Pasal 28J. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," kata Fadjroel dalam keterangannya, Sabtu, 13 Februari 2021.
Sementara kalau memasuki media digital, kata Fadjroel, harus memahami UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Baca dan simak. Perhatikan baik-baik ketentuan pidana pasal 45a ayat (1) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; ayat (2) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA," lanjut dia.
Kalau ingin menyampaikan kritik dengan unjuk rasa, Fadjroel menambahkan, baca dan simak UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
"Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan, pasti tidak ada masalah, karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI. Presiden Jokowi tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku," tuturnya.
Sementara itu, sejumlah pengamat dan aktivis LSM justru mempermasalahkan UU ITE. UU tersebut dinilai berisi banyak pasal karet yang bisa dipakai untuk membungkam kritik publik. Jika Jokowi serius dengan ucapannya, maka pemerintah didesak mengajukan revisi terhadap UU ITE .
Studi koalisi masyarakat sipil berdasarkan kasus yang dikumpulkan sepanjang 2016-2020, tingkat penghukuman dengan UU ITE sangat tinggi, yakni; 96,8 persen (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan 88 persen (676 perkara)
Pengamat politik, Rocky Gerung menilai Jokowi seperti menutup mata akan berbagai kasus pembungkaman kebebasan berpendapat yang selama ini terjadi.
"Jadi seolah-olah bilang silakan kritik, oke, anda boleh ngomong. Omongan anda dijamin oleh kebebasan, tapi setelah anda ngomong kami tidak jamin kebebasan anda, kira-kira begitu. Setelah ngomong kebebasannya ditunggu oleh UU ITE, ditunggu oleh Bareskrim," tutur Rocky dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 10 Februari 2021.@_**
Comments