top of page
Gambar penulisredaksikoordinatberita

Jawa Potensi Tidak Kemarau, Peneliti BRIN Sebut Kemarau Basah hingga Tanpa Kemarau


Berdasarkan data dari Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya (KAMAJAYA) BRIN, sebagian besar wilayah di Indonesia khususnya Pulau Jawa, berpotensi mengalami kemarau basah. “Bahkan tidak mengalami kemarau sama sekali,” katanya lewat keterangan tertulis, Ahad, 22 Mei 2022.
Ilustrasi
Berdasarkan data dari Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya (KAMAJAYA) BRIN, sebagian besar wilayah di Indonesia khususnya Pulau Jawa, berpotensi mengalami kemarau basah. “Bahkan tidak mengalami kemarau sama sekali,” katanya lewat keterangan tertulis, Ahad, 22 Mei 2022. Ilustrasi

KOORDINATBERITA.COM| Jakarta - Beberapa daerah di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bogor, Pangandaran, Kulon Progo, dan Kendal mengalami banjir setelah turun hujan belakangan ini. Menurut peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, potensi banjir yang mulai merebak sepanjang musim kemarau pada tahun ini dapat diketahui sejak Maret 2022.


Berdasarkan data dari Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya (KAMAJAYA) BRIN, sebagian besar wilayah di Indonesia khususnya Pulau Jawa, berpotensi mengalami kemarau basah. “Bahkan tidak mengalami kemarau sama sekali,” katanya lewat keterangan tertulis, Ahad, 22 Mei 2022.


Kondisi itu berdasarkan kategori intensitas hujan selama tiga dasarian berturut-turut yang tidak pernah kurang dari 150 milimeter. “Sehingga kriteria musim kemarau tidak pernah terjadi di beberapa wilayah, seperti Bogor, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Purwokerto, Jogjakarta, dan wilayah lain,” ujar Erma.


Selain itu, intensitas rata-rata hujan yang turun di beberapa wilayah tersebut juga memiliki potensi terjadinya hujan ekstrem karena intensitas curah hujannya dapat mencapai lebih dari 400 milimeter selama dasarian atau sepuluh harian. “Seperti terjadi pada bulan Mei dasarian ketiga antara 21-31 Mei saat ini,” kata Erma. Mei masih berada pada periode awal terjadinya peningkatan signifikan hujan di musim kemarau.


Peningkatan hujan yang kedua, ketiga, dan seterusnya, dapat terus terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Potensi itu seiring anomali iklim global berupa fenomena anomali negatif Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprediksi oleh berbagai model iklim global dunia akan mencapai maksimum pada Agustus 2022.


Fenomena IOD negatif ini, kata Erma, menunjukkan terjadinya penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia tropis bagian timur di dekat wilayah Sumatra, Indonesia. “Sebaliknya terjadi pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Hindia barat dekat Afrika,” ujarnya.


Dampak IOD negatif untuk wilayah Indonesia sama seperti La Nina, yaitu menimbulkan anomali basah khususnya di barat Indonesia, meliputi Sumatra dan Jawa yang lebih dekat dengan Samudra Hindia. Selain IOD negatif, fenomena lain yang dapat menambah potensi hujan ekstrem sepanjang musim kemarau di Indonesia adalah pembentukan badai vorteks atau pusaran angin yang meluas di selatan ekuator dekat Sumatra-Jawa.


Badai vorteks itu, menurut Erma, berperan dalam menciptakan wilayah konvergensi secara terus-menerus di selatan Indonesia meskipun posisi semu matahari telah berada jauh di utara selama periode musim panas Juni-Agustus. Faktor lain yang memperparah potensi banjir selama kemarau adalah aktivitas gelombang tropis ekuator seperti Kelvin atau Rossby, juga gelombang mirip Madden Julian Oscillation (MJO) yang terjadi selama monsun musim panas Asia dan dikenal dengan istilah Boreal Summer Intra-Seasonal Oscillation (BSISO).


Gelombang BSISO itu juga telah diketahui merupakan fenomena yang dominan dapat terjadi selama periode musim panas dengan dampak pembentukan aktivitas klaster awan raksasa. Arah pergerakannya yang serentak dari selatan menuju utara, yaitu dari daratan India menuju benua Asia, melewati Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan.


Karena Indonesia berada pada wilayah yang dekat dengan kedua lautan itu, sebagian wilayah di barat Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, juga mengalami dampak. “Berupa peningkatan aktivitas awan dan hujan ketika BSISO melintasi area dengan fase 4 dan 5, yaitu area India dan Indonesia seperti saat ini,” ujar Erma.@_**

32 tampilan

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page