Koordinatberita.com| SURABAYA~ Majelis Hakim Safri menolak dakwaan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejari Surabaya. Namun hanya eksepsi yang diterima. Bahkan, memerintah terdakwa Venansius Niek Widodo dibebaskan dari tahanan Polrestabes Surabaya.
“Memutuskan, menetapkan menerima sebagian nota keberatan yang duajukan oleh penasehat hukum terdakwa. Perkara nomor 2482/Pid.B/2020/PN Sby," katanya saat membacakan putusan sela di ruang sidang Tirta 1 PN Surabaya, Jalan Arjuno, Senin (14/12/2020).
Dakwaan tersebut tidak dapat diterima. Sampai perdata antara Venansius Niek Widodo dengan Arief Soeharsa dan Tjen Dedy Winata Chandra berkekuatan hukum tetap. Hakim pun menilai kalau dakwaan tersebut terlalu premature.
Kasusu itu yaitu dugaan penipuan dengan modus Kerjasama pengangkutan nikel. Dua yang menjadi korbannya. Yaitu Tjen Dedi Winata Chandra dengan kerugian Rp 42,8 miliar. Serta Arief Soeharsa yang menderita kerugian sebesar Rp 27 miliar.
Dua hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam putusan itu. Pertama, Pasal 81 KUHP lalu Peraturan Mahkama Agung (Perma) Nomor 1/1956. Dalam Perma itu mengatur kalau, ada perkara perdata yang masih memerlukan asas kepastian hukum, maka perkara pidana tersebut ditangguhkan terlebih dahulu.
Sampai nanti diperoleh putusan perdata oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “Kami mempertimbangkan kalau dakwaan tersebut terlalu cepat. Karena, Venansius sedang dalam sengketa perdata. Saat ini masih bergulir di Mahkama Agung, dalam tingkat kasasi,” jelasnya.
Menanggapi putusan sela itu, penasihat hukum Venansius Niek Widodo, Hermawan Wahyudi mengaku sepakat dengan sikap hakim Safri. Sebab menurutnya hubungan hukum antara Kliennya dengan Arief Soeharsa dan Tjen Dedy Winata Chandra belumlah selesai ditingkat banding dan kasasi.
"Kami ke pengadilan memang mencari keadilan. Hukum harus ditegakkan dengan hukum. Sementara, hukum privat dalam perkara ini belum selesai. Klien saya dalam gugatan Wanprestasi nomor 1142 dan 1075 berstatus sebagai penggugat rekopensi," katanya saat ditemui usai persidangan.
Ia menceritakan kalau ada hubungan private atara Venansius dengan Arief Soeharsa dan Tjen Dedy Winata Chandra. Dari jalinan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Melalui Kerjasama yang mereka lakukan. Menurutnya, Venansius malah kelebihan membayar kepada dua rekannya tadi.
Kepada Dedi ada kelebihan sekitar Rp 40 miliar. Sementara ke Arif sekitar Rp 22 Miliar. “Kita buktinya ada semua. Nah itu kita lagi adu bukti di perdata. Proses persidangannya masih berjalan. Satu di kasasi. Satunya lagi dibanding. Tapi kenapa kemudian di P21. Kami juga bingung,” celetuknya.
Karena ada perjanjian di MA, Kejaksaan Agung dan Polri kalau berkas itu dikembalikan sebanyak tiga kali, berarti berkas itu dinilai tidak layak. Sementara, perkara ini sudah dikembalikan tiga kali oleh Kejaksaan Agung ke Mabes Polri. “Karena itu banyak pertanyaan dibenak kita,” terangnya.
Sebaliknya, Jaksa Penuntut Kejari Surabaya Darwis tidak sependapat dengan putusan itu. Tapi, ia harus melaporkan Kembali kepada pimpinannya. Langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya. Mengingat saat ini untuk kasus Venansius di Bareskim Polri dengan korban yang lain lagi sudah P21.
"Hasil putusan sela ini kami akan lapor ke pimpinan dulu. Sebab habis ini dia ada tahapan kedua dengan Kejari Perak. Serta dengan Bareskrim juga masih ada. Kalau tidak salah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ungkap Darwis.
Dalam kasus sebelumnya, terdakwa Venansius telah divonis selama 5 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Jatim. Padahal tuntutan JPU tergolong tinggi. Yakni 3 tahun penjara.@_Arif
コメント