
KOORDINATBERITA.COM| Network, Jakarta - Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menangani 5 sidang kasus dugaan pelanggaran etik pegawai. Dua di antaranya kasus perselingkuhan.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menyebut ada 26 pengaduan dugaan pelanggaran etik yang diterima Dewas sepanjang tahun 2022. Tiga kasus dinyatakan cukup bukti untuk naik sidang, sedangkan ada dua laporan yang disidangkan berdasarkan laporan tahun 2021.
"Dari 26 laporan pengaduan etik itu, dapat kami sampaikan bahwa tiga pengaduan dinyatakan cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik, 20 pengaduan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik. Lalu, tiga pengaduan itu masih proses pengumpulan bahan keterangan," kata Albertina dalam konferensi pers laporan tahun Dewas KPK Tahun 2022, Senin (9/1/2023).
"Kalau kita lihat penyelenggaraan sidang etik untuk tahun ini ada 5 katakanlah berkas perkara. Karena yang dua ini adalah laporan tahun lalu. Dan ini baru disidangkan tahun 2022," tambahnya.
Albertina menyampaikan ada dua kasus perselingkuhan yang disidangkan Dewas KPK selama tahun 2022. Pihak yang disidangkan telah dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf.
"Perselingkuhan ini ada dua orang insan komisi yang diperiksa, mereka berdua ini, dinyatakan melanggar ketentuan menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi. Dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf terbuka tidak langsung," ucapnya.
Albertina mengaku bingung mengapa tahun 2022 banyak aduan ke Dewas KPK terkait perselingkuhan. Dia kemudian berseloroh tahun 2022 sedang ramai kasus perselingkuhan.
"Mungkin teman-teman media kok banyak selingkuhnya, Bu? Ini juga saya tidak tahu, kebetulan saja ini di tahun 2022 lagi ngetren, saya nggak ngerti juga tapi ada perselingkuhan," ujar Albertina.
Berikut rincian kasus yang diadili etik Dewas KPK tahun 2022:
1. Kasus Pelanggaran Nilai Profesionalisme
Kasus pertama yang diadili etik Dewas KPK yakni kasus pegawai tidak bekerja sesuai SOP. Pegawai yang dimaksud yakni atasan di dalam perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
Albertina mengatakan dalam kasus itu ada dua orang yang diperiksa, pertama yakni atasan dan satu lagi bendahara. Abertina mengatakan dua pegawai KPK itu bekerja tidak akuntabel dan tuntas, sehingga mengakibatkan ketidakberesan dalam pertanggungjawaban pengeluaran APBN.
2. Kasus Perselingkuhan
Albertina mengatakan kasus kedua ini dikenai sanksi berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung. Sementara kasus yang pertama yakni sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung.
"Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," ujar Albertina.
3. Kasus terkait Lili Pintauli Siregar
Adapun kasus ketiga yang diadili etik oleh Dewas yakni terkait Lili Pintauli Siregar dalam kasus menonton MotoGP Mandalika. Dalam kasus ini Lili diduga melakukan pelanggaran yakni mengadakan hubungan dengan pihak berperkara.
"Dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," ucap Albertina.
"Namun demikian untuk Ibu LPS ini kita sudah melakukan persidangan tetapi di dalam persidangan pada waktu persidangan kedua yang bersangkutan hadir dan yang bersangkutan menyerahkan kepada majelis di dalam persidangan itu keputusan Presiden yang menyatakan beliau sudah diberhentikan sebagai pimpinan KPK pada hari persidangan itu, dihitung pada hari persidangan itu," lanjut dia.
4. Kasus Perselingkuhan
Ini merupakan kasus perselingkuhan kedua yang dilakukan pegawai KPK dan diadili etik oleh Dewas. Kasus ini dikenakan sanksi permintaan maaf secara terbuka tidak langsung.
"Dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," ucap Albertina.
5. Kasus terkait Administrasi
Albertina mengatakan kasus kelima yang diadili etik Dewas KPK yakni menyangkut administrasi. Di mana pegawai yang melakukan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan keuangan.
"Itu sebenarnya tidak diperbolehkan, seharusnya tanda tangan langsung," ucapnya.
Dia menyampaikan dua pegawai KPK yang diadili yakni petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban. Kemudian atasan yang berfungsi sebagai PPK.
"Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," katanya.@_NETWORK
Commenti