Koordinatberita.com| NASIONAL~ Ditengah-tengah masyarakat dunia yang lagi cemas dan ketakutan adanya pademi covid-19 yang mematikan ini. Namun kini, kabar yang menggembirakan, karena lapisan ozon di atmosfer pertama kali ditemukan pada 11 Juli 1913 oleh fisikawan Perancis, Charles Febri, dan kemudian pada jedah waktu telah mengalami bocor. Tapi kini, ozon yang melindungi satelit bumi ini telah tertup.
Sembari, kabar yang menggembirakan ini, telah dikuatkan dengan adanya sebuah makalah ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal Nature menyebut, saat ini lapisan ozon Bumi semakin tertutup. Lalu, apakah ini menjadi pertanda buruk bagi kelangsungan makhluk hidup di seluruh dunia?
Jawabannya tentu tidak. Seperti dilangsir Kumparan, yakni sebaliknya, ozon yang tertutup menandakan bahwa kondisi Bumi mulai membaik.
Lapisan ozon adalah perisai pelindung di stratosfer Bumi, berfungsi untuk menyerap sebagian besar radiasi ultraviolet yang dipancarkan matahari. Tertutupnya ozon berperan dalam memperbaiki kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pemanasan global. Tanpa lapisan ozon, semua makhluk yang ada di Bumi takkan bisa bertahan hidup.
Di masa lalu, penggunaan zat chlorofluorocarbon (CFC) oleh manusia, telah menyebabkan lapisan ozon rusak dan bisa mengancam keberadaan makhluk hidup. Akibatnya, pada 1987 dibuat sebuah perjanjian internasional yang disebut “Protokol Montreal”, bertujuan untuk melarang manusia menggunakan zat CFC yang dinilai bisa merusak lapisan ozon.
“Kami menemukan tanda-tanda adanya perubahan iklim di belahan Bumi selatan, khususnya dalam pola sirkulasi udara. Ini menunjukkan bahwa pola sirkulasi udara yang berubah disebabkan oleh lubang ozon yang menyusut setelah diterapkannya Protokol Montreal,” ujar Antara Banerjee, CIRES Visiting Fellow di University of Colorado Boulder yang juga bekerja di National Oceanic and Atmospheric Administration, kepada Independent.
Banerjee menjelaskan, aliran jet stream (arus angin atau sirkulasi atmosfer) di belahan selatan Bumi secara bertahap bergeser ke Kutub Selatan pada dekade terakhir abad ke-20. Ini terjadi karena penipisan lapisan ozon secara global.
Studi yang dilakukan Banerjee menemukan bahwa pergerakan tersebut mulai berhenti sejak tahun 2000, dan bahkan mungkin berbalik. Jeda pergerakan dimulai sekitar waktu yang sama, yakni ketika lubang ozon mulai pulih.
“Emisi zat perusak ozon CFC yang bertanggung jawab atas lubang ozon mulai menurun sekitar tahun 2000, terima kasih sudah menerapkan Protokol Montreal,” ujarnya. “Bukan hanya ozon yang telah memengaruhi jet stream, CO2 juga memiliki efek tersendiri. Tampaknya telah terjadi tarik menarik antara pemulihan ozon yang memengaruhi pergerakan jet stream ke satu arah (ke utara) dan peningkatan CO2 yang menarik ke arah lain (ke selatan).”
Jeda dalam pergerakan jet stream yang bergeser karena dua kekuatan tersebut saat ini terpantau seimbang. Artinya, jika ini terus dipertahankan ada kemungkinan di masa depan lapisan ozon akan pulih sepenuhnya. Ini dapat berpengaruh pada iklim global, dan memperbaiki kerusakan yang telah manusia lakukan pada Bumi.
“Poin terpenting dari penelitian ini, adalah bahwa lubang ozon telah menyusut dan itu berkat Protokol Montreal,” ungkap Banerjee. “Ini menunjukkan bahwa perjanjian internasional telah berhasil dan dapat membalikkan kerusakan yang telah kita lakukan terhadap planet kita. Itu pelajaran bagi kita semua yang mudah-mudahan dapat diterapkan pada emisi gas rumah kaca untuk mengatasi perubahan iklim.”@_Koordinatberita.com
Comments