“Hukum ini adalah Prodak Politik dan Pemangku Kepentingan yang Berperan”
Koordinatberita.com| SURABAYA- Bedah dan diskusi hukum dengan topik politik hukum penjatuhan pidana mati pada tipikor ini di selenggarakan oleh dua organisasi hukum yakni DPW Federasi Advokot Republik Indonesia ( Ferari ) Jatim dan DPW Perkumpulan Advokat Indonesia ( Peradin ), di Hotel Grean Diponegaro. Minggu, 7 Oktober 2021.
Giat ini, berawal Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan keprihatinannya terhadap dua kasus Megakorupsi di PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar adalah Rp 16,8 triliun dari PT. Asuransi Jiwasraya dan Rp 22,78 triliun dari PT. Asabri.
Hukuman pidana mati terhadap pelaku kuruptor, DR. Lufsiana SH. MH., selaku nara sumber dalam diskusi tersebut memaparkan bahwa Pemidanaan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi ini sudah difasilitasi dengan Pasal 2 Ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor, namun sampai sejauh ini belum ada terdakwa korupsi yang dihukum mati di Indonesia.
Lebih dalam nara sumber yang pernah menjabat penyidik Pomal dan menjadi Hakim Ad-hok menjelaskan “namun demikian ada kesulitan bagi hakim tipikor dalam penjatuhan putusan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi ini dikarenakan dalam dakwaan jaksa tidak dimasukkan pasal 2 ayat 2 ini, lebih banyak jaksa ini dalam dakwaan nya menggunakan pasal 2 ayat 1 dan ayat 3. Hakim dalam memutus suatu perkara tidak boleh keluar dari dakwaan jaksa.
Nara sumber tunggal ini mencontohkan kasus Mensos Juliari Batubara KPK hanya menjerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a dan b UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“ itukan Pasal tentang suap dan pasal tersebut memuat ancaman hukuman penjara antara satu hingga 20 tahun. Adapun ancaman hukuman mati tertera di pasal 2 ayat (2). Aturannya, setiap orang yang dalam keadaan tertentu memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara dapat dijatuhi pidana mati.
Sementara Ketu Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Jawa Timur Sumardi SH., MH, mengungkapkan kegiatan ini bentuk mengasa otak dan ke profesionalan seoran advokat seperti sesi tanya jawab juga Hakim Tipikor ini, sudah mengupas tuntas dan menjawab semua hal-hal yang berkaitan dengan pemidanaan hukuman mati terhadap Koruptor dalam situasi negara dalam keadaan darurat dan krisis moneter.
“Jelas sudah, bagaiman kita menjadi advokat yang baik, poroorsional dan profesional. Karena disitu tak luput hukum kita adala prodak politik,” pungkas Sumardi.
Di tempat yang sama menurut Didik, polemik pidana mati untuk pelaku tipikor semakin memicu pro kontra. "Saya lebih setuju kalau mereka dipenjara seumur hidup. Karena koruptor lebih takut lapar daripada mati," ujar Ketua DPD Ferari Jatim, Didik Prasetya.
Pidana seumur hidup, kata Dia, efek jeranya lebih menyakitkan, karena kebebasan mereka sudah terbelenggu. Sanksi itu juga akan dirasakan keluarganya yang sudah ikut menikmati uang haram tersebut.
@_Siswanto/Oirul
—-—
Wacana hukuman mati bagi para koruptor kembali mengemuka. Wacana ini muncul setelah Presiden Joko Widodo menyebut hukuman mati bagi koruptor bisa terlaksana jika dikehendaki oleh masyarakat.
Langsir dari Kumparan Terkait hal ini, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut UU Tipikor dengan jelas mengatur soal kemungkinan dijatuhkannya hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi.
Menurutnya, hukuman mati sangat mungkin diterapkan jika syarat-syaratnya terpenuhi. Apalagi hukuman mati di mata hukum dan agama diperbolehkan untuk dilakukan.
"Dan hukuman mati itu kan memang dibolehkan. Walaupun ada yang keberatan, tapi banyak negara membolehkan. Agama juga membolehkan dalam kasus pidana tertentu yang memang sulit untuk diatasi dengan cara-cara lain. Kalau itu sudah tidak bisa kecuali harus dihukum mati, ya dihukum mati dengan syarat-syarat yang ketat," kata Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).
Jika benar dilaksanakan hukuman mati bagi koruptor, Ma'ruf berharap hal ini dapat memberikan efek jera. Apalagi, menurutnya, hukuman mati merupakan hukuman paling tertinggi yang dapat diberikan kepada seorang terpidana.
"Tentu kita berharap untuk memberi penjeraan. Asal, andai kata, dihukum mati saja tidak jera apalagi tidak dihukum mati tambah tidak jera. Logika berpikirnya kan begitu. Jadi hukuman mati itu hukuman yang paling tinggi saya kira. Membuat orang tidak berani," pungkasnya.
Jokowi menjabarkan bahwa hanya korupsi anggaran yang berhubungan dengan pengelolaan bantuan bencana alam yang bisa dihukum mati.
Aturan hukuman mati dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal itu menjelaskan secara rinci ketentuan hukuman mati bagi para koruptor. Hanya saja, tak sembarang koruptor yang bisa dihukum mati.
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Comments