Dialog dan bedah koleksi Museum Mpu Purwa Malang (Foto/dok: Paath).
Koordinatberita.com (Malang Raya)- Ini membuktikan bahwa agama Buddha telah masuk ke Jawa di abad ke-4 atau ke -5 Masehi. Bahwa agama Buddha telah melampaui kurun waktu 1,5 milenial atau 1500 tahun hingga ajaran Buddha telah menyebar ke seluruh dunia. Dan kini situs peninggalanya masih terpelihara di Museum Mpu Purwa kota Malang.
R. Agung Harjaya B,S.E, M,SE. dari Seksi Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang,
Seperti diketauhi pada, Ini dari komunitas Sangha Teravada Indonesia kota Batu 19 Januari 2019 berlangsung dialog bedah koleksi Museum Mpu Purwa kota Malang dengan narasumber utama Drs.Dwi Cahyono,M.Hum. Arkeolog dan dosen sejarah Universitas Negeri Malang,
Terkait dialog dan bedah koleksi Museum Mpu Purwa kota Malang dengan sesi pertama, R. Agung Harjaya B,S.E, M,SE. dari Seksi Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang menjelaskan tentang koleksi benda artefak yang bertebaran di sekeliling taman di depan gedung Museum Mpu Purwa yang bersebelahan dengan kantor Disbudpar kota Malang tersebut.
Komunitas Sangha Teravada Indonesia kota Batu
“Benda yang terbuat dari batu andesit, dengan bentuknya semacam bangun persegi dengan bagian bawah memanjang yang diujung bidang persegi di bagian atasnya terdapat cerat/pancuran kecil semacam tempat mengalirkan air. Itulah yang disebut sebagai “Yoni”. Fungsinya untuk ritual upacara dengan cara mengucurkan air dan dari cerat/pancuran kecil itulah air ditampung dan digunakan untuk ritual upacara keagamaan Hindhu,untuk dipercikan kepada para umat Hindhu dalam suatu ritual upacara suci. Tidak jauh dari yoni tersebut terdapat seonggok batu dengan bentuknya yang menjulang ke atas dengan deameter kurang lebih duapuluh lima sampai tiga puluh centimeter, posisinya memang terpisah dari yoni yang disebutkan pertama tadi. Tetapi sebenarnya antara yoni dan batu berbentuk silindris yang memanjang ke atas ini, yang belakangan diketahui disebut “Lingga” selalu menyatu. Benda-benda itu diletakan terpisah di sekitar taman, karena ukurannya berlainan antara deameter lingga dan lubang yang ada di tengah yoni. Jadi, rupanya benda-benda dari batu andesit itu merupakan tinggalan purbakala yang ditemukan terpisah satu sama lain, dengan bentuk sama namun ukurannya berlainan,” jelasnya, Agung kepada awak media Koordinatberita.com.
Kemudian, bergeser ke sebelah barat menuju ke tengah-tengah taman. Dimana terdapat sesosok patung berwujud seorang lelaki berkepala gundul dan dengan selembar kain jubah menyelempang ke bahu sebelah kiri. Dan dalam posisi duduk bersila dengan posisi tangan kiri menengadah diatas pangkuan dan tangan kanan diletakkan di atas paha sebelah kanan dengan posisi jari telunjuk mengarah ke bawah. Posisi dengan sikap tangan yang dalam agama Buddha disebut “Bumi Pasa Mudra”, melambangkan sosok Budha memanggil bumi untuk menjadi saksi atas berkat Tuhan yang diberikan.
“Sebenarnya patung Mahakshobya dengan kepala gundul itu merupakan satu dari tiga patung buddhis yang ada yang berasal dari masa abad ke-8 sampai ke-13 yang ditemukan di Jawa Timur. Patung-patung buddhis yang ditemukan pada umumnya dengan posisi tubuh yang sama namun dengan kepala berambut kriwul/keriting dan di bagian atas kepala ada gelung rambutnya, “ demikian keterangan yang disampaikan oleh Drs. Dwi Cahyono, arkeolog dan pakar sejarah dari Universitas Negeri Malang yang menjadi narasumber utama dalam kegiatan dialog bedah koleksi pada siang itu.
Yang menarik lagi, kedua mata patung tersebut dalam posisi setengah terpejam dengan pandangaaan kedua mata mengarah ke ujung hidung. Itu adalah posisi berkonsentrasi ketika seseorang sedang melakukan samadi atau meditasi. Dan kalau kita lihat patung ini memiliki telinga yang memanjang seperti melebihi bentuk telinga padaumumnya. Ini menggmbarkan bahwa beliau adalah sosok yang lebih banyak mendengar (hubungkan dengan sifat Tuhan “yang maha mendengar” seperti dalam agama Islam-penulis). Dan di bagian lehernya terdapat tiga guratan yang menyimbolkan makna tersendiri sebagai orang yang telah mencapai tingkatan tertentu dalam agama Buddha. Silakan pembaca datang langsung ke lokasi Museum Empu Purwa di Jalan Soekrno Hatta No. 7 Kota Malang. Akan terasa suasana eksotisme dan energi tertentu yang menyeruak di tengah keteduhan pepohonan di pertamanan museum. Di sisi sebelah kanan patung juga terdapat pohon “Boddhi”, sejenis tanaman “Dewandaru” dalam bahasa Jawa, sebagai pohon tempat sang Sidharta Gautama mencapai penerangan sempurna ketika bersamadi di bawah pohon tersebut. Pohon ini menambah suasana teduh dan aura sakralnya semakin terasa. Patung Mahaksobya tersebut juga diberikan naungan “catra” semacam payung berwarna kuning keemasan.
Patung yang terletak di taman depan kantor Disbudpar kota Malang ini sebenarnya menggambarkan sosok Raja Kertanegara pada saat ditahbiskan menjadi Mahaksobya, yaitu seseorang yang telah mencapai tingkatan spiritual tertentu dalam agama Buddha dan telah mencapai Moksa.
Lebih lanjut, Dwi Cahyono, sosok yang sudah sangat menyatu dengan dunia arkeologi ini menambahkan bahwa, pada abad ke- 4 – 5 Masehi telah datang seorang rahib Buddha dari China yang bernama Fa-Hien, yang sempat datang di Co-P’o (transliterasi kata dialek Cina untuk menyebut nama pulau Jawa) mengatakan bahwa di suatu tempat di dekat sebuah pelabuhan laut di kerajaan Tolomo (Tolomo = Taruma negara -red) yang sekarang dikenal sebagai situs Batu Jaya di kota Karawang (dekat dengan lokasi jatuhnya pesawat Lion Air-JT-60 -red) dahulu terdapat sebuah bangunan suci agama Buddha.
Ini membuktikan bahwa agama Buddha telah masuk ke Jawa di abad ke-4 atau ke -5 Masehi.
Dan menurutnya, agama Buddha telah melampaui kurun waktu 1,5 milenial atau 1500 tahun hingga ajaran Buddha telah menyebar ke seluruh dunia. @_Paath.