Foto: Ratih Retnowati enggan memberi keterangan seputar materi pemeriksaan. “Nanti mas… Masih istirahat, nanti dilanjutkan lagi,” kata Ratih lirih keluar meninggalkan ruang penyidik Pidsus.
Koordinatberita.com- Pemeriksaan sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tahun 2016 dalam bentuk Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) berakhir, Senin (6/8/2018).
Terakhir, Ratih Retnowati, anggota DPRD Surabaya yang diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus (Khusu) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Sampai di gedung Adiyaksa Jalan Kemayoran Baru 1 Surabaya ini, politisi dari Partai Demokrat didampingi dua orang pria, yakni putra sulung beserta tim suksesnya.
Sekitar pukul 09.00 WIB, Wakil Ketua DPRD Surabaya ini masuk memaksuki ruang penyidik pidsus lantai II Kejari Tanjung Perak. Melihat ada sejumlah wartawan menunggu di depan ruang penyidik, Ratih tampak ketakutan saat keluar dari ruang penyidik pidsus. Ia buru-buru masuk kembali ke ruang penyidik.
“Tadi jam sembilan datang. Saya dengan timnya mama saya. Kebetulan saya libur, jadi menemani mama,” ujar putra sulung Ratih Retnowati kepada awak media, Senin (6/8)
Namun saat diwawancarai awak media menerobos masuk ke ruang penyidik tersebut, Ratih Retnowati enggan memberi keterangan seputar materi pemeriksaan. “Nantu mas… Masih istirahat, nanti dilanjutkan lagi,” kata Ratih lirih keluar meninggalkan ruang penyidik Pidsus.
Seperti diberitakan koordinatberita.com sebelumnya, dugaan adanya proyek yang didanai dari Jasmas tersebut bermula dari seorang penguasa berinisial ‘ST’ yang merupakan teman kuliah dari oknum Anggota DPRD Kota Surabaya berinisial ‘D’. Melalui tangan ‘D’ inilah para oknum legislator lainnya akhirnya mengikuti jejaknya dan pasrah bongkokan kepada ‘D’ mempromosikan program pengadaan terop, kursi, meja dan sound system tersebut ke para kepala RT dan RW di Surabaya.
Legislator yang berkantor di Jalan Yos Sudarso Surabaya ini menggunakan tangan konstituennya untuk melobi para RT maupun RW agar mau ikut dalam proyek Jasmas tersebut. Namun, untuk menjalankan aksinya pengusaha ‘ST’ tidak berjalan sendirian, ia dibantu tiga rekannya.
Pada akhirnya pengusaha ‘ST’ dan Oknum Legislator ‘D’ telah menyusun rencana untuk bisa mengolah agar proyek yang didanai dari APBD Surabaya itu bisa dimainkan. Ternyata, sejak pengajuan proposal hingga pembuatan laporan pertanggung jawaban (LPJ) sudah dikonsepkan oleh ‘ST’ bersama tiga rekannya, para ketua RT dan RW hanya tahu beres dan menerima fee sebesar 1 juta hingga 1,6 persen dari ‘ST’.
Sayangnya hal tersebut dibantah oleh ‘D’ yang tak lain adalah Darmawan, Wakil Ketua DPRD Surabaya. Darmawan mengaku tak kenal dengan ‘ST’. Sebelum dugaan penyimpangan ini ditangani Kejari Tanjung Perak, ternyata kasus ini juga pernah diperiksa oleh Inspektorat Pemkot Surabaya, dan hasilnya cukup mengejutkan.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, Inspektorat menyebutkan dengan jelas bahwa adanya perbuatan pidana pada pengadaan terop, kursi, meja dan sound system yang dicairkan dari dana hibah Jasmas Pemkot Surabaya periode tahun 2016. Penyidikkan penyelewengan dana Jasmas ini mulai dilakukan pada 8 Februari 2018 lalu. Berdasarkan surat perintah yang telah ditanda tangani Kajari Tanjung Perak, Rachmad Supriady, SH., MH., dengan Nomor Print-01/0.5.42/Fd.1/02/2018. (Ady/Oirul)