”Jerit Usaha Kecil dan Menengah”
Koordinatberita.com| SURABAYA~Pembatasan Sosial Berskala Besar Kembali diperpanjang oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Tentu, kebijakan ini dirasa membuat pengusaha makin sulit ekonominya. Mulai, dari tinggkat bawah, menengah, hingga tinggkat ekonomi menengah ke atas semua berdampak akibat PSBB. Khususnya pedagan warung kopi akan menjerit ekonomi yang dirasakan.
Di sektor pedagang kecil, seperti pengusaha air isi ulang di kawasan Bibis, Om Boy, omsetnya menurun drastis.
Sebelum PSBB, sehari ia bisa melayani isi ulang hingga 80 galon lebih. Tetapi, sejak PSBB, sehari tidak sampai 5 galon.
"Warung kopi kan tutup semua. Pelanggan saya rata rata memang warkop. Sekarang nggak ada," kata Ade.
Ade juga mempertanyakan adanya PSBB, apakah ada jaminan pandemi ini selesai.
"PSBB 14 hari. Kalau dijamin berkurang nggak masalah. Kalau perlu lockdown. Tapi ini kan tidak. Corona nya nggak ilang, rejeki saya malahan yang hilang," kata Ade.
Jika PSBB ditambah 14 hari lagi, ia tidak tau bagaimana lagi cara menghidupi keluarganya. Sebab, sampai hari ini ia tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
"Ya mungkin karena saya punya usaha isi ulang, jadi dianggap mampu. Padahal, ini lagi seret.," jelanya.
Sementara PSBB juga mempersulit pengusaha menengah. Ketua Paguyuban Pedagang Buah wilayah Tanjung Sari, Surabaya, M Lukman, menyebut, seharusnya untuk memperpanjang PSBB harus dipikirkan ulang.
"Kalau PSBB yang pertama gagal, kenapa ada PSBB kedua. Ini sama saja dengan mengulang kegagalan," kata Lukman.
Selama massa PSBB, pedagang buah malah merugi. Sebab, barang yang keluar masuk, durasinya dibatasi dengan batas jam operasional. Padahal, lanjut Lukman, buah berpotensi busuk jika tidak cepat habis.
Lukman tidak menampik, dalam kondisi pandemi corona seperti ini, semua sektor ekonomi memang sebagian besar jatuh. Tapi, pemerintah diharapkan tidak menambah beban lagi.
"PSBB itu beban bagi kami. Kalau seandainya, PSBB itu kemarin itu sukses, kasusnya bisa berkurang, kita ikut saja. Tapi kalau gagal, kenapa diulang lagi? Kita terlanjur rugi nggak jualan maksimal," lanjut Lukman.
Senada juga dikatakan Ketua Paguyuban Pangkalan LPG Surabaya Barat, Tulus Warsito. Menurutnya PSBB, bukan solusi terbaik. Pemerintah, kata Tulus, hanya melihat dari sisi pandemi. Tapi, tidak melihat ekonomi masyarakat kecil.
"Itu bukan solusi. Coba seandainya pemerintah merasakan bagaimana jadi masyakarat, pasti dia akan protes," kata Tulus.
Tulus menjelaskan, efek PSBB sangat berimbas pada panyalur LPG. Sejak diberlakukannya jam PSBB, tidak ada lagi warung warung yang berani jualan di malam hari. Sementara, masyakat yang biasa membuka warung di rumahnya, juga tidak lagi buka. Alhasil, penjualan LPG juga mengalami penurunan.
"Omset menurun, kita sebagai penyalur gas untuk kebutuhan masyarakat langsung, juga tidak mendapatkan kebijakan tertentu sejak PSBB. Kita boleh jualan, tapi ga ada yang beli. Apa untungnya,?" lanjutnya.@_Oirul
Comments