top of page
Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

KOORDINATBERITA.COM | Surabaya - Dipersidangan Penasehat Hukum terdakwa Mulia Wiryanto, nampak tidak profesional. Pasalnya, sering kali ketua Majelis Hakim memberikan teguran kepada Penasehat Hukum terdakwa atau  pertanyaan terhadap saksi pelapor yang sifatnya di luar fakta sidang atau diulang-ulang


Sidang dengan perkara dugaan penipuan Rp 10 Miliar yang dilakukan terdakwa Mulia Wiryanto terhadap korban Dua pengacara senior Hardja Karsana Kosasih dan Rahmat Santoso kembali di gelar diruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan agenda pemeriksaan beberapa saksi pelapor.


Melalui Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaaan Negeri Surabaya, Damang, menghadirkan, Pengacara Hardja Karsana Kosasih.yang akrab dengan panggilan Kosasih, guna didengar keterangannya, sebagai saksi pelapor.


Dalam keterangannya, Kosasih, mengatakan, terdakwa butuh modal. Hal lainnya, disampaikan Kosasih bahwa terdakwa menyebut, kerjasama ini pasti untung karena pemasokan gula sudah ada dan pembelinya juga sudah ada dan minimum tiap bulan dapat 5 persen dan keuntungan 5 persen itu, akan dibagi berdua dengan terdakwa.


Baca juga :


Selain itu, uang saya dijamin tidak akan hilang dan sewaktu waktu dana investasi bisa saya tarik secara utuh.


Karena tertarik pengacara Kosasih kirim dana investasinya, sebesar 10 Milyard. Sayangnya, Kosasih, mengaku, diawal awal dirinya terima keuntungan namun, berikutnya, tidak menerima keuntungan lagi.


Disinggung terkait adanya perdamaian, pengacara Kosasih mengaku, diawal istri terdakwa mengajukan perdamaian sembari akan mengembalikan uang 10 Milyard dengan tempo selama setahun namun, kesepakatan damai itu tidak terjadi karena sudah tidak ada komunikasi lagi dari istri terdakwa.


Secara terpisah, istri terdakwa saat di konfirmasi mengatakan, sampai saat ini, kami masih mengupayakan perdamaian dengan  Pengacara Kosasih. Namun ada beberapa syarat dari Pengacara Kosasih yang belum bisa kami penuhi, ungkap istri terdakwa.@_Oirul

 
 
 

Menurut keterangan Satria, dosen tersebut saat ini bertugas mengajar di pascasarjana Universitas Airlangga. Adapun penolakannya menyusul seruan keberatan yang sudah lebih dulu lontarkan Departemen Pidana Fakultas Hukum. Departemen Hukum Pidana menolak pemberian gelar guru besar kepada Mia, namun usulan tersebut berlanjut ke pascasarjana.
Menurut keterangan Satria, dosen tersebut saat ini bertugas mengajar di pascasarjana Universitas Airlangga. Adapun penolakannya menyusul seruan keberatan yang sudah lebih dulu lontarkan Departemen Pidana Fakultas Hukum. Departemen Hukum Pidana menolak pemberian gelar guru besar kepada Mia, namun usulan tersebut berlanjut ke pascasarjana.

KOORDINATBERITA.COM | Surabaya - Seorang dosen Universitas Airlangga (Unair) diduga mendapatkan represi setelah mempermasalahkan pengukuhan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati sebagai Guru Besar Kehormatan atau Honoris Causa (HC) Bidang Ilmu Pengembangan Sumber Daya Manusia Unair.


Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul mengonfirmasi kabar tersebut. Satria mengatakan dosen terkait akan mengikuti sidang etik dalam waktu dekat.


“Saya baru cross check ke Pak Herlambang selaku Dewan Pengarah KIKA dan konfirmasi ke banyak dosen yang hendak disidang GB (guru besar). Info tersebut valid,” ujar Satria, Sabtu, 15 Maret 2025.

Herlambang yang dimaksud Satria adalah Herlambang Perdana Wiratraman.


Menurut keterangan Satria, dosen tersebut saat ini bertugas mengajar di pascasarjana Universitas Airlangga. Adapun penolakannya menyusul seruan keberatan yang sudah lebih dulu lontarkan Departemen Pidana Fakultas Hukum. Departemen Hukum Pidana menolak pemberian gelar guru besar kepada Mia, namun usulan tersebut berlanjut ke pascasarjana.


Selain kabar represi kepada dosen yang menolak pemberian gelar guru besar kehormatan kepada Kajati Jatim Mia Aminati, KIKA turut mendengar kabar bahwa Pusat Kajian Hukum dan HAM (PUSHAM) atau Human Right Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Unair juga dibubarkan oleh dekan, kemudian dibentuk yang baru dengan mengubah namanya.


KIKA menilai tindakan kampus bertentangan dengan kebebasan akademik dan bertendensi bias akan relasi kuasa. Tindakan tersebut juga bertentangan dengan integritas kampus sebagai sebuah lembaga akademik.


Adapun Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Iman Prihandono menyangkal kabar pembubaran PUSHAM. "Saya tidak pernah membubarkan pusat studi HAM," kata dia melalui pesan singkat, saat dihubungi secara terpisah.

Selain kabar represi kepada dosen yang menolak pemberian gelar guru besar kehormatan kepada Kajati Jatim Mia Aminati, KIKA turut mendengar kabar bahwa Pusat Kajian Hukum dan HAM (PUSHAM) atau Human Right Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Unair juga dibubarkan oleh dekan, kemudian dibentuk yang baru dengan mengubah namanya.
Selain kabar represi kepada dosen yang menolak pemberian gelar guru besar kehormatan kepada Kajati Jatim Mia Aminati, KIKA turut mendengar kabar bahwa Pusat Kajian Hukum dan HAM (PUSHAM) atau Human Right Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Unair juga dibubarkan oleh dekan, kemudian dibentuk yang baru dengan mengubah namanya.

Iman juga menekankan bahwa gelar guru besar yang didaptkan Mia berasal dari Sekolah Pascasarjana. "Seingat saya pengusulan guru besar kehormatan Ibu Kajati tidak diusulkan ke Fakultas Hukum maupun ke Departemen Pidana. Jadi agak aneh kalau ada penolakan, karena memang tidak pernah ada pengusulan," ujarnya.


Riza Alfianto, dosen hukum pidana Fakultas Hukum Unair, juga mengatakan tidak ada pusat studi yang dibubarkan. Namun, dia menyebut terdapat perubahan nama pusat studi tersebut "Semua pusat studi di Fakultas HuKum menata ulang organisasi untuk dibuatkan SK baru," kata Riza saat dihubungi secara terpisah.


Meski begitu, Riza mengaku tidak tahu detail terkait perubahan tersebut. Sebab, ia tidak tergabung dalam pusat studi itu.


Menyitir laman resmi Kejaksaan Tinggi Jatim dan Beranda Unair, Mia Amiati dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Universitas Airlangga di Surabaya pada Sabtu, 28 Desember 2024. Pengukuhan tersebut berlangsung dalam sidang terbuka yang digelar di Aula Garuda Mukti Kampus Unair.


Dalam orasi ilmiahnya, Mia memaparkan tantangan dan peluang pengembangan sumber daya manusia di kejaksaan. Menurut dia, ilmu terkait sumber daya manusia (SDM), khususnya manajemen talenta harus beradaptasi dengan lingkungan yang bersifat dinamis untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. 


Orasi tersebut disampaikan di bawah judul “Pengembangan Ekosistem Dinamis dalam Implementasi Manajemen Talenta untuk Meningkatkan Perilaku Kerja Inovatif dan Keberlanjutan di Lingkungan Kejaksaan”.


Adapun penyerahan SK Guru Besar Kehormatan kepada Mia dilakukan oleh Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih.@_Network


Sumber : Tempo


Gregorius Ronald Tannur memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, pukul 10.25 WIB. Ronald mengenakan masker hitam dan kemeja putih.
Gregorius Ronald Tannur memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, pukul 10.25 WIB. Ronald mengenakan masker hitam dan kemeja putih.

KOORDINATBERITA.COM | Jakarta - Jaksa menghadirkan Gregorius Ronald Tannur sebagai saksi sidang kasus suap vonis bebas di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ronald langsung menghampiri ibunya, Meirizka Widjaja saat memasuki ruang sidang.Senin (17/3/2025).


Gregorius Ronald Tannur memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, pukul 10.25 WIB. Ronald mengenakan masker hitam dan kemeja putih.


Duduk sebagai terdakwa dalam sidang kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) yang juga dikenal makelar kasus, Zarof Ricar, ibunda Ronald, Meirizka Widjaja serta pengacara Ronald, Lisa Rachmat.


Saat memasuki ruang sidang, Ronald langsung duduk di samping Meirizka di kursi pengunjung sidang. Keduanya tampak mengobrol.


Ronald akan bersaksi untuk Zarof dkk bersama empat orang saksi lainnya yang dihadirkan jaksa. Persidangan lalu dimulai pukul 10.34 WIB.


Hakim menanyakan identitas Ronald sebelum saksi memberikan keterangan. Ronald mengakui mengenal Meirizka dan Lisa.


"Yang Mulia, saya Gregorius Ronald Tannur," kata Ronald Tannur.


"Kenal dengan para terdakwa?" tanya ketua majelis hakim Rosihan Juhriah.


"Saya mengenal 2 dari 3 terdakwa," jawab Ronald.


"Atas nama siapa?" tanya hakim.


"Atas nama Meirizka sebagai ibu kandung saya sendiri dan terdakwa Lisa Rachmat sebagai orang tua dari teman baik saya dan penasihat hukum saya di kasus yang menimpa saya," jawab Ronald.


Meirizka tak keberatan Ronald bersaksi dalam sidang ini. Ronald juga menyatakan tidak keberatan dan siap diambil sumpah sebelum memberikan keterangan.


Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.


"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 5 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu," kata jaksa penuntut umum.


Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.


Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.


Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.


Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.@_Network

 
 
 
Blog: Blog
bottom of page